Sejarah Hari Jadi Kabupaten Tulungagung yang selalu di peringati setiap tanggal 18 November oleh warga masyarakat Tulungagung.
Menjadi sebuah tonggak Sejarah yang harus di ketahui oleh semua elemen masyarakat Tulungagung.
Tetapi perlu di garis bawahi bahwa Sejarah Hari Jadi Kabupaten Tulungagung sebelumnya di peringati setiap tanggal 1 April, Merupakan hal yang merujuk pada buku "Sejarah dan Babad Tulungagung" yang di cetak atas prakasa bupati Tulungagung di era Letkol (U) Soenardi dalam masa jabatan di tahun 1968-1973 Masehi.
Kemudian di era Bupati Drs. H.A. Boedi Soesetyo, Menyikapi banyaknya tafsiran yang tidak relevan atas Opini dan Fakta yang beredar di kalangan Sejarahwan dan warga Masyarakat.
Pada tanggal 24 Juli tahun 2000 Masehi segenap Eksekutif, Legislatif, Sejarahwan serta perwakilan Tokoh Masyarakat Tulungagung duduk bersama untuk mengkaji ulang penetap tanggal 1 April sebagai Hari Jadi Kabupaten Tulungagung tersebut.
Melalui banyak penelitian dan diskusi akhirnya pada tanggal 9 Oktober tahun 2002 Masehi ditetapkan peraturan daerah Kabupaten Tulungagung No : 27 tahun 2002 pada Bab II pasal 2 ayat (1) disebutkan
bahwa tanggal 18 Nopember 1205 ditetapkan
sebagai hari jadi Kabupaten Tulungagung.
Dan setelah itu sampai sekarang warga Masyarakat Tulungagung selalu memperingatinya setiap tanggal 18 November

Atas dasar apa buku "Sejarah dan Babad Tulungagung" menyebutkan tanggal 1 April tahun 1824 Masehi sebagai Hari jadi Kabupaten Tulungagung.
Tentu penulis buku tersebut punya banyak rujukan yang bisa di pedoman.
Karena keberadaan buku tersebut menjadi Arsip Sejarah yang masih di yakini oleh warga Masyarakat Tulungagung
Dasar angka 1824 ini merujuk pada Besluit yang di keluarkan oleh Gubernur Hindia Belanda Nomor : 8 tanggal 14 Januari 1901
bahwa telah terjadi pergantian pusat pemerintahan dari kadipaten Ngrowo yang berpusat di kecamatan Kalangbret (sekarang) beralih ke timur sungai ngrowo ( sekarang kecamatan kota Tulungagung )
Hal inilah yang jadi pondasi atau cikal bakal Kabupaten Tulungagung. Sekaligus jadi dasar penetapan Hari jadi kabupaten Tulungagung pada setiap tanggal 1 April sebelum tahun 2003 Masehi
bahwa telah terjadi pergantian pusat pemerintahan dari kadipaten Ngrowo yang berpusat di kecamatan Kalangbret (sekarang) beralih ke timur sungai ngrowo ( sekarang kecamatan kota Tulungagung )
Hal inilah yang jadi pondasi atau cikal bakal Kabupaten Tulungagung. Sekaligus jadi dasar penetapan Hari jadi kabupaten Tulungagung pada setiap tanggal 1 April sebelum tahun 2003 Masehi
Dasar angka 1824 yang kedua merujuk pada Candrasengkala Memet yang
terdapat pada sepasang Arca Dwarapala yang
berada di empat penjuru batas kota Tulungagung.
Candra Sengkala tersebut berbunyi "dwi Rasekso Sinabdo Ratu" yang menunjuk angka tahun jawa 1752.
Menurut penanggalan tahun jawa 1752, bila disamakan dengan penanggalan tahun masehi berarti tahun 1824 Masehi. Keberadaan Arca Dwarapala ini menguatkan opini Hari Jadi Kabupaten Tulungagung di tanggal 1 April 1824. Di dukung kebiasaan warga masyarakat zaman dahulu yang sering memuat hal hal penting ke dalam bentuk prasasti atau patung patung
Menurut penanggalan tahun jawa 1752, bila disamakan dengan penanggalan tahun masehi berarti tahun 1824 Masehi. Keberadaan Arca Dwarapala ini menguatkan opini Hari Jadi Kabupaten Tulungagung di tanggal 1 April 1824. Di dukung kebiasaan warga masyarakat zaman dahulu yang sering memuat hal hal penting ke dalam bentuk prasasti atau patung patung
Landasan dasar penetapan Hari Jadi Kabupaten Tulungagung pada tanggal 18 November 1205 Masehi merujuk atas keberadaan Prasasti Lawadan
Ada banyak simpang siur atas keberadaan Prasasti Lawadan ini
Sebagian warga masyarakat Tulungagung meyakini bahwa warga masyarakat Lawadan tinggal di desa Wates kecamatan Campur Darat
Versi lain menyatakan warga Masyarakat Lawadan tinggal di desa Wates Kroyo kecamatan Besuki
Dan sekarang Prasasti Lawadan yang jadi dasar penetapan tanggal 18 November tersimpan di Kawasan Industri batu Marmer desa Besole kecamatan Besuki
Kondisi Prasasti Lawadan sekarang sudah aus, sehingga hanya sebagian huruf saja yang masih dapat dibaca
Prasasti Lawadan berbahan dari batu Andisit. Berbentuk lempeng batu besar, dengan bentuk akolade pada bagian atas. Di bagian bawah terdapat tonjolan persegi selebar 30 cm yang diduga semacam pasak yang ditancapkan batu pasangan di bawahnya.
Ukuranya dengan tinggi 152 cm, lebar bagian atas 90cm, lebar bagian bawah 76 cm, tebal 28 cm
Berdasarkan pengamatan hurfu yang ada, terlihat pahatan hurufnya cukup rapi. Huruf dipahatkan pada batu prasasti membentuk pahatan ke dalam. Ukuran rata-rata sekitar 1 cm dan lebar huruf yang paling lebar sekitar 1,5 cm.
Jenis aksara yang di gunakan adalah aksara Jawa Kuno,
Jumlah baris di bagian depan sebanyak 30 baris, bagian belakang sebanyak 28 baris
Lancana sudah buram karena batu Prasasti sudah aus, tetapi masih terlihat lokasi penggambaran lancananya, yaitu berupa bulatan ddengan diameter sekitar 25 cm (vertical) dan 29 cm (horizontal)
Isi Prasasti Lawadan yaitu Penduduk Desa Lawadan dan sewilayahnya menerima bermacam-macam hak istimewa dan menerima pembebasan pungutan pajak
Serta menyatakan "Suklapaksa Mangga Siramasa" yang artinya Jumat Pahing 18 Nopember 1205 Masehi.
Hal ini berdasarkan atas hasil pembacaan bapak Tjahjono Prasodjo (ahli Sejarah)
Versi lain menyatakan warga Masyarakat Lawadan tinggal di desa Wates Kroyo kecamatan Besuki
Dan sekarang Prasasti Lawadan yang jadi dasar penetapan tanggal 18 November tersimpan di Kawasan Industri batu Marmer desa Besole kecamatan Besuki
Kondisi Prasasti Lawadan sekarang sudah aus, sehingga hanya sebagian huruf saja yang masih dapat dibaca
Prasasti Lawadan berbahan dari batu Andisit. Berbentuk lempeng batu besar, dengan bentuk akolade pada bagian atas. Di bagian bawah terdapat tonjolan persegi selebar 30 cm yang diduga semacam pasak yang ditancapkan batu pasangan di bawahnya.
Ukuranya dengan tinggi 152 cm, lebar bagian atas 90cm, lebar bagian bawah 76 cm, tebal 28 cm
Berdasarkan pengamatan hurfu yang ada, terlihat pahatan hurufnya cukup rapi. Huruf dipahatkan pada batu prasasti membentuk pahatan ke dalam. Ukuran rata-rata sekitar 1 cm dan lebar huruf yang paling lebar sekitar 1,5 cm.
Jenis aksara yang di gunakan adalah aksara Jawa Kuno,
Jumlah baris di bagian depan sebanyak 30 baris, bagian belakang sebanyak 28 baris
Lancana sudah buram karena batu Prasasti sudah aus, tetapi masih terlihat lokasi penggambaran lancananya, yaitu berupa bulatan ddengan diameter sekitar 25 cm (vertical) dan 29 cm (horizontal)
Isi Prasasti Lawadan yaitu Penduduk Desa Lawadan dan sewilayahnya menerima bermacam-macam hak istimewa dan menerima pembebasan pungutan pajak
Serta menyatakan "Suklapaksa Mangga Siramasa" yang artinya Jumat Pahing 18 Nopember 1205 Masehi.
Hal ini berdasarkan atas hasil pembacaan bapak Tjahjono Prasodjo (ahli Sejarah)


Sejarah di keluarkanya Prasasti Lawadan dikeluarkan atas perintah Raja Daha
terakhir, yang bernama Paduka Sri Maharaja Sri Sarweswara Triwikrama Watara Nindita
Srengga Lancana Digjaya Tungga Dewanama
atau lebih dikenal dengan sebutan Sri
Kretajaya atu Raja Kertajaya
atas kesetiaan warga Thani Lawadan terhadap kerajaan ketika terjadi serangan musuh dari sebelah timur kekuasaan kerajaan Daha
Pada Prasasti Lawadan dijelaskan tentang "Sukra Suklapaksa Mangga Siramasa" yang berarti Jumat Pahing 18 Nopember 1205.
Serta anugerah pembebasan dari berbagai pungutan pajak dan penerimaan berbagai hak istimewa kepada DWAN RI LAWADAN TKEN WISAYA, atau dikenal dalam cerita sebagai DANDANG GENDHIS.
atas kesetiaan warga Thani Lawadan terhadap kerajaan ketika terjadi serangan musuh dari sebelah timur kekuasaan kerajaan Daha
Pada Prasasti Lawadan dijelaskan tentang "Sukra Suklapaksa Mangga Siramasa" yang berarti Jumat Pahing 18 Nopember 1205.
Serta anugerah pembebasan dari berbagai pungutan pajak dan penerimaan berbagai hak istimewa kepada DWAN RI LAWADAN TKEN WISAYA, atau dikenal dalam cerita sebagai DANDANG GENDHIS.
Alasan mendasar dipilihnya prasasti Lawadan sebagai tonggak Sejarah Hari Jadi Kabupaten Tulungagung Karena rentang waktu yang lama dengan Arca Dwarapala di empat penjuru kota serta Besluit dari Gubernur Jendral Hindia-Belanda
Prasasti Lawadan memenuhi 9 kriteria dari 13 kriteria yang di gunakan untuk menetapkan hari jadi suatu daerah.
warga masyarakat Lawadan memiliki sistem pemerintahan dan sosial budaya yang teratur juga mandiri
mengandung nilai-nilai yang bersifat kepahlawanan dan menimbulkan rasa cinta tanah air
Prasasti Lawadan memenuhi 9 kriteria dari 13 kriteria yang di gunakan untuk menetapkan hari jadi suatu daerah.
warga masyarakat Lawadan memiliki sistem pemerintahan dan sosial budaya yang teratur juga mandiri
mengandung nilai-nilai yang bersifat kepahlawanan dan menimbulkan rasa cinta tanah air
Inilah rangkaian acara Hari Jadi Tulungagung yang Ke 811



Dan puncak acara Hari Jadi Kabupaten Tulungagung di laksanakan pada tanggal 3 Desember 2016 dengan diadakan pementasan wayang kulit di Pendopo Kongas Arum Kusumaning Bangsa oleh Ki dalang H Anom Suroto dari Surakarta Jawa Tengah

Acara yang di hadiri ribuan warga masyarakat Tulungagung mengambil lakon "Wahyu Mulyo Sumunar"
Di dalam sambutannya bapak bupati Tulungagung Syahri Mulyo, SE, MSi berpesan kepada seluruh warga masyarakat Tulungagung dalam Tema Hari Jadi Kabupaten Tulungagung yang ke 811 tahun 2016 agar tetap merapatkan barisan untuk bangkit dan berjuang membangun Tulungagung, dalam memasuki persaingan Global yang semakin hari kompetitif